BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Enzim merupakan polimer biologik yang mengatalisis lebih dari satu proses dinamik yang memungkinkan kehidupan seperti yang kita kenal sekarang. Sebagai determinan yang menentukan kecepatan berlangsungnya berbagai peristiwa fisiologik, enzim memainkan peranan sentral dalam masalah kesehatan dan penyakit. Pemecahan makanan untuk memasok energi serta unsur-unsur kimia pembangunan tubuh (building blocks); perakitan building blocks tersebut menjadi protein, membran sel, serta DNA yang mengkodekan informasi genetik; dan akhirnya penggunaan energi untuk menghasilkan gerakan sel, semua ini dimungkinkan dengan adanya kerja enzim-enzim yang terkoordinasi secara cermat. Sementara dalam keadaan sehat semua proses fisiologis akan berlangsung dalam cara yang tersusun rapi serta teratur dan homeostatis tetap dipertahankan, homeostatis dapat mengalami gangguan berat pada keadaan patologis. Sebagai contoh, cedera jaringan hebat yang mencirikan penyakit sirosis hepatis dapat menimbulkan gangguan berat pada kemampuan sel membentuk enzim-enzim yang mengatalisis berbagai proses metabolisme penting seperti sintesis ureum. Ketidakmampuan mengubah ammonia yang toksik menjadi ureum yang nontoksik sebagai akibat dari penyakit tersebut akan diikuti dengan intoksikasi ammonia, dan akhirnya koma hepatikum. Suatu spektrum penyakit genetik langka tetapi yang sering sangat menurunkan keadaan umum penderitanya dan kerap fatal, memberi contoh-contoh tambahan dramatis tentang konsekuensi fisiologis drastis yang dapat menyertai gangguan terhadap aktivitas bahkan hanya satu enzim.
Menyusul suatu cedera jaringan berat (misal, infark jantung atau paru, cedera remuk pada anggota gerak) atau pertumbuhan sel yang tidak terkendali (misal, karsinoma prostat), enzim yang mungkin khas bagi jaringan tertentu akan dilepas ke dalam darah. Dengan demikian, pengukuran terhadap enzim intrasel ini didalam serum dapat memberikan informasi diagnostik dan prognostic yang tidak ternilai bagi dokter.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
ü Klasifikasi Enzim berdasarkan tipe dan mekanisme reaksi.
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusam masalah maka makala ini bertujuan sebagai berikut:
ü Mengetahui Klasifikasi Enzim berdasarkan tipe dan mekanisme reaksi.
BAB II
PEMBAHASAN
1 ENZIM DIKLASIFIKASIKAN BERDASARKAN TIPE DAN MEKANISME REAKSI
Satu abad lalu, baru ada beberapa enzim yang dikenal dan kebanyakan di antaranya mengatalisis reaksi hidrolisis ikatan kovalen. Semua enzim ini diidentifikasi dengan penambahan akhiran –ase pada nama substansi atau substrat yang dihidrolisisnya. Jadi, lipase menghidrolisis lemak (Yunani lipos), amilase menghidrolisis pati (Yunani amylon), dan protease menghidrolisis protein. Meskipun banyak sisa peristilahan ini masih tetap bertahan sampai sekarang, pemakaiannya sudah terbukti tidak memadai ketika ditemukan berbagai enzim yang mengatalisis reaksi yang berbeda terhadap substrat yang sama, misal, oksidasi atau reduksi terhadap fungsi alcohol suatu gula. Sementara akhiran -ase tetap digunakan, nama enzim yang ada sekarang ini lebih menekankan pada tipe reaksi yang dikatalisisnya. Sebagai contoh, enzim dehidrogenase mengatalisis pengeluaran hidrogen, sementara enzim transferase mengatalisis reaksi pemindahan gugus. Dengan semakin banyaknya enzim yang ditemukan, ketidakjelasan juga semakin tak terelakkan, dan kerap kali tidak jelas enzim mana yang tengah dibicarakan oleh seorang penyelidik. Untuk mngatasi permasalahan ini, International Union of Biochemistry (IUB) telah mengadopsi sebuah sistem yang kompleks tetapi tidak meragukan bagi peristilahan enzim yang didasarkan pada mekanisme reaksi. Meskipun kejelasan dan pengurangan keraguan tersebut membuat sistem nomenklatur IUB dipakai untuk ujian riset, nama yang lebih pendek tetapi kurang begitu jelas tetap digunakan dalam buku ajar dan laboratorium klinik. Karena alasan tersebut, sistem IUB hanya disampaikan secara sepintas.
1) Reksi dan enzim yang mengatalisis reaksi tersebut membentuk enem kelas, masing-masing mempunyai 4-13 subkelas.
2) Nama enzim terdiri atas 2 bagian. Nama pertama menunjukkan substrat. Nama kedua, yang berakhir dengan akhiran –ase, menyatakan tipe reaksi yang dikatalisis.
3) Informasi tambahan, bila diperlukan untuk menjelaskan reaksi, dapat dituliskan dalam tanda kurung pada bagian akhir; misal, enzim yang mengatalisis reaksi L-malat + NAD+ ® piruvat + CO2 + NADH + H + diberi nama 1.1.1.37 L-malat: NAD+ oksidoreduktase (dekarboksilasi).
4) Setiap enzim mempunyai nomor kode (EC) yang mencirikan tipe reaksi ke dalam kelas (digit pertama), subkelas (digit kedua), dan subsubkelas (digit ketiga). Digit keempat adalah untuk enzim spesifik. Jadi, EC 2.7.1.1 menyatakan kelas 2 (transferase), subkelas 7 (transfer fosfat), subsubkelas 1 (alcohol merupakan aseptor fosfat). Digit terakhir menyatakan heksokinase atau ATP: D-heksosa 6-fosfotrasferase, sebuah enzim yang mengatalisis pemindahan fosfat dari ATP ke gugus hidroksil pada atom karbon keenam molekul glukosa.
5) Enzim dibagi ke dalam 7 golongan besar yaitu :
a. Oksidoreduktase.
Enzim oksidoreduktase berperan dalam pemindahan elektron (sebagai e-, atom H, atau ion hidrida) dari suatu senyawa ke suatu akseptor.
b. Transferase.
Enzim transferase memiliki fungsi dalam pemindahan gugus fungsional misalnya gugus asil, amino, metil atau fosfat.
c. Hidrolase.
Jenis reaksi yang dikatalisis oleh enzim hidrolase adalah pemisahan ikatan C-O, C-N, atau C-S dengan penambahan H2O pada ikatan. Hidrolase merupakan enzim-enzim yang menguraikan suatu zat dengan pertolongan air. Hidrolase dibagi atas kelompok kecil berdasarkan substratnya yaitu :
1. Karbohidrase, yaitu enzim-enzim yang menguraikan golongan karbohidrat.
2. Kelompok ini masih dipecah lagi menurut karbohidrat yang diuraikannya, misal :
3. Amilase, yaitu enzim yang menguraikan amilum (suatu polisakarida) menjadi maltosa 9 suatu disakarida).
|
4. 2 (C6H10O5)n + n H2O n C12H22O11
|
|
5. Maltase, yaitu enzim yang menguraikan maltosa menjadi glukosa
|
6. C12H22O11 + H20 2 C6H12O6
|
|
7. Sukrase, yaitu enzim yang mengubah sukrosa (gula tebu) menjadi glukosa dan fruktosa.
8. Laktase, yaitu enzim yang mengubah laktase menjadi glukosa dan galaktosa.
9. Selulase, emzim yang menguraikan selulosa ( suatu polisakarida) menjadi selobiosa ( suatu disakarida)
10. Pektinase, yaitu enzim yang menguraikan pektin menjadi asam-pektin.
d. Liase.
Enzim liase mengkatalisis reaksi penambahan gugus ke ikatan rangkap atau pembentukan suatu ikatan rangkap yang baru.
e. Isomerase.
Jenis reaksi yang dikatalisis oleh enzim isomerase adalah reaksi pemindahan gugus di dalam molekul untuk menghasilkan bentuk isomerik.
f. ligase.
Enzim ligase mengkatalisis reaksi pembentukan ikatan C-C, C-S, C-O dan C-N disertai penguraian berenergi tinggi misalnya ATP.(2)
g. Polymerase
Reaksi berantai polimerase atau lebih umum dikenal sebagai PCR (kependekan dari istilah bahasa Inggris polymerase chain reaction) merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme. Dengan teknik ini, orang dapat menghasilkan DNA dalam jumlah besar dalam waktu singkat sehingga memudahkan berbagai teknik lain yang menggunakan DNA. Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1983 dan ia memperoleh hadiah Nobel pada tahun 1994 berkat temuannya tersebut. Penerapan PCR banyak dilakukan di bidang biokimia dan biologi molekular karena relatif murah dan hanya memerlukan jumlah sampel yang sangat kecil.
ü Proses Reaksi Rantai Polimerase(Pcr)
PCR adalah proses enzimatik dimana suatu area spesifik dari DNA direplikasikan berulang-ulang untuk menghasilkan banyak kopi dari sekuen tertentu. ( Saiki et al. 1988, Reynolds et al. 1991 ). Pengkopian molekuler ini meliputi proses pemanasan dan pendinginan sampel dalam suatu siklus panas tertentu yang melebihi dari 30 siklus ( gambar 4.1 ). Dalam setiap periode siklus, sebuah kopi dari sekuen target DNA tersebut dihasilkan untuk setiap molekul yang mengandung sekuan target ( gambar 4.2 ). Keterbatasan dari produk ini ditegaskan dengan oligonukleotida primer yang melengkapi buntut 3’- dari sekuen tersebut.
Berkenaan dengan panas beredar profil temperatur untuk PCR. beredar yang berkenaan dengan panas Secara khas melibatkan tiga temperatur berbeda yang diulangi berulang-ulang kali 25--35 kali. Pada 95 derajat celcius, DNA memisahkan atau mengubah sifanya. Pada 60 derajat C, dasar mengikat atau ' mendinginkan (logam)' kepada DNA template dan daerah target ke atas yang diperbesar. Pada 72 derajat C, DNA polimerase meluas dasar dengan pengcopian daerah target yang menggunakan deoxynucliotide tripospate yang menghalangi. Hak masuk PCR proses adalah sekitar 3 jam di dalam jangka waktu dengan siklus masing-masing yang mengambil 5 beberapa menit pada yang berkenaan dengan panas konvensional cyclers: 1 menit masing-masing pada 94 derajat C, 60 derajat C dan 72 derajat C dan sekitar 2 beberapa menit yang lereng antara ke tiga temperatur
gambar 4.2
DNA pembesaran memproses dengan polimerase reaksi berantai. pada setiap siklus dua DNA template dulu dipisahkan (yang diubah sifat) dengan memanaskan. Contoh kemudian mendinginkan ke suatu temperatur sesuai untuk mengikat (mendinginkan (logam)) oligonucleotide dasar akhir temperatur contoh diangkat kepada temperatur yang optimal untuk DNA polymerasenya meluas dasar itu untuk menghasilkan suatu salinan masing-masing DNA template. Karena masing-masing siklus, banyaknya DNA molekul (dengan urutan antara kedua PCR dasar) ganda.
Secara teoritis setelah 30 siklus, telah tercipta kopi dari area target cetakan DNA sebanyak satu milyar ( tabel 4.1 ). Produk PCR ini, yang terkadang disebut sebagai ‘amplicon’, dalam jumlah yang cukup dapat diukur dengan mudah menggunakan berbagai teknik yang akan dibahas lebih lanjut dalam bab teknologi.
PCR umumnya dilakukan dengan jumlah sampel sebanyak 5 – 100 µL. Dengan jumlah yang sangat rendah itu, penguapan dapat menjadi masalah dan akurasi dari pengambilan sampel dapat menjadi tantangan. Di sisi lain, volume sampel yang lebih besar mengarahkan pada masalah keseimbangan panas bagi reaksi pencampuran karena dibutuhkan waktu yang lebih lama bagi perubahan suhu eksternal agar dapat ditransmisikan ke pusat sampel ( bagi sampel yang lebih banyak dibandingkan dengan sampel yang sedikit . Maka, dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk setiap suhu, sehingga keseluruhan waktu siklus panas yang dibutuhkan juga memanjang. Sebagian besar protokol biologi molekuler untuk sampel PCR adalah antara 20 - 50 µL.
Sampel dipipetkan ke dalam berbagai tabung reaksi yang didesain untuk digunakan dalam siklus panas PCR. Tabung yang paling umum digunakan untuk sampel sebanyak 20 – 50 µL adalah tabung berukuran 0,2 mL dengan dinding tipis. Tabung – tabung ini dapat dibeli satuan, dengan atau tanpa tutup, atau juga dibeli berkelompok, yaitu 8 atau 12 tabung berderet dalam kolom. Pada lab yang lebih besar, dalam penjabaran DNA menggunakan PCR, secara rutin digunakan plat berisikan 96 atau 384 tempat.
PCR telah disederhanakan dalam beberapa tahun belakangan ini dengan adanya perangkat reagen yang memudahkan Laboratorium DNA forensik untuk menambahkan cetakan DNA ke dalam campuran PCR yang siap pakai, yang mengandung seluruh komponen yang diperlukan untuk reaksi penjabaran DNA. Perangkat ini telah dioptimisasi melalui usaha penelitian ekstensif oleh pabrik komersiil. Perangkat ini dibuat secara khusus sehingga pemakai tinggal menambahkan larutan dari perangkat ke dalam genom DNA dalam jumlah tertentu. Hasil terbaik dengan perangkat komersiil ini didapatkan jika cetakan DNA ditambahkan dalam jumlah yang cukup untuk berinteraksi dengan larutan dari perangkat tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
- http://id.wikipedia.org/wiki/klesipikasi_enzim
- http://id.wikipedia.org/wiki/oksidoreduktase
- http://id.wikipedia.org/wiki/transferase
- http://id.wikipedia.org/wiki/hidrolase
- http://id.wikipedia.org/wiki/liase
- http://id.wikipedia.org/wiki/ligase
- http://id.wikipedia.org/wiki/polimerase
- http://id.wikipedia.org/wiki/PCR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar